KEBIJAKAN
EKONOMI MAKRO
Bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang
akan dilakukan oleh negara sangat tergantung pada tujuan-tujuan yang ingin
dicapainya.
1. Tujuan-tujuan Kebijakan Ekonomi Makro
Setiap kebijakan ekonomi bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah
ekonomi yang dihadapi. Tujuan-tujuan kebijakan ekonomi makro dapat dibedakan
kepada empat aspek berikut:
a. menstabilkan kegiatan ekonomi / price level
stability.
b. mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh
tanpa inflasi / high employment level. Beberapa hal yang perlu dijelaskan
berkaitan dengan kesempatan kerja adalah peran pemerintah dalam perluasan
kesempatan kerja, pendekatan demand dan supply of labor dalam perluasan
kesempatan kerja, pemberdayaan masyarakat desa dalam upaya perluasan kesempatan
kerja, human capital sebagai upaya efektif perluasan kerja, keuangan negara dan
kesempatan kerja, kebijakan ketenagakerjaan, serikat kerja, hubungan
industrial, sistem ekonomi dan kesempatan kerja.
c. menciptakan pertumbuhan ekonomi yang teguh /
long-term economic growth. Pertumbuhan ekonomi yang ideal adalah :
(1) berlangsung terus menerus,
(2) disertai dengan terciptanya lapangan kerja,
(3) tidak merusak lingkungan,
(4) lebih tinggi daripada laju pertumbuhan penduduk,
(5) disertai dengan distribusi pendapatan yang adil,
(6) kontribusi sektoral yang merata,
(7) tidak meninggalkan sektor pertanian,
(8)kenaikannya riil,
(9) penyumbang terbesar PDB adalah warga domestik,
bukan asing.
d. Kestabilan nilai tukar / exchange rate stability.
Nilai tukar merupakan nilai uang secara eksternal, yang tinggi rendahnya
berdampak pada berbagai aspek ekonomi dan sosial lainnya, misalnya :
(1) impor dan ekspor,
(2) APBN dan APBD,
(3) kesehatan dan pendidikan,
(4) transportasi,
(5) industri dalam negeri,
(6) politik
(7) daya beli masyarakat,
(8) dunia perbankan,
(9) sektor pertanian, kelautan, peternakan, sektor
properti , dan sebagainya.
2. Bentuk-bentuk Kebijakan Ekonomi Makro. Kebijakan
dari segi/aspek permintaan / pengeluaran, meliputi:
1. Kebijakan Fiskal
Yaitu kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan
cara mengubah penerimaan dan pengeluaran negara. Atau kebijakan pemerintah yang
membuat perubahan dalam bidang per-pajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G)
dengan tujuan untuk mempengaruhi pengeluaran /permintaan agregat dalam
perekonomian Kebijakan ini diambil untuk menstabilkan ekonomi, memperluas
kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan ekonomi, dan keadilan dalam
pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah atau mengurangi PAJAK dan
SUBSIDI.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak
jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi.
Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan
industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak
akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara
umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
a. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan
Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus
pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang
resesif.
b. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan
Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk
membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi
yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
c. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah
menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran
berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.
Menurut pandangan Keynes, kebijakan fiskal (Fiscal
Policy) adalah sangat penting untuk mengatasi pengangguran. Prosesnya adalah;
a. Pengurangan pajak penghasilan → akan menambah
daya beli masyarakat dan akan meningkatkan pengeluaran agregat.
b. Peningkatan pengeluaran agregat dengan cara
menaikkan pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa maupun untuk
menambah investasi.
c. Selanjutnya dalam masa inflasi atau ketika
kegiatan ekonomi telah full employment, langkah sebaliknya harus dilakukan
yaitu ; pajak dinaikkan dan pengeluaran pemerintah akan dikurangi.
d. Langkah ini akan menurunkan
pengeluaran/permintaan agregat dan mengurangi tekanan Inflasi.
Secara garis besar berbagai jenis pajak yg. dipungut
pemerintah dpt digolongkan sebagai berikut :
1. Pajak langsung : yaitu pajak/jenis pungutan
pemerintah yg.secara langsung dikumpulkan dari wajib pajak, misal ; PPh.
2. Pajak tak langsung : yaitu pajak yg.beban
pemungutannya dapat dipindah-tangankan kepada pihak lain, misal ; PPn, &
PPn BM Pajak impor dsb.
Demikian pula perubahan-perubahan sebaliknya.
Pemerintah seringkali menghadapi masalah defisit anggaran. Ada beberapa sumber
pembiayaan defisit anggaran :
1. Pajak.
2. Mencetak Uang Baru.
3. Pinjaman Masyarakat Dalam Negeri.
4. Pinjaman Masyarakat Luar Negeri.
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk
MENAMBAH atau MENGURANGI jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu:
a. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive
Policy. Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar.
b. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary
Contractive Policy Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang
yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan
instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
a. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation).
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan
menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika
ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga
pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka
pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat
berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari
Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar
Uang.
b. Fasilitas Diskonto (Discount Rate). Fasilitas
diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan
uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang
bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya
menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
c. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio).
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah
jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan
jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio cadangan wajib.
d. Himbauan Moral (Moral Persuasion).Himbauan moral
adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
memberi himbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi
jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank
sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
TOLAK UKUR STABILITAS MONETER
Setiap kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah
harus memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting, untuk mengukur
atau sebagai acuan, apakah kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Dalam
perekonomian beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai kebijakan
moneter adalah :
1. Jumlah Uang Beredar (JUB)
Dari kelima indikator tersebut, hanya JUB yang tidak
dapat dimonitor dan dirasakan lansung oleh masyarakat, sementara itu indikator
nomor 2 sampai dengan 5, relatif dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh
masyarakat. Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara ringkas dari
keempat indikator tersebut
2. Laju inflasi yang cukup rendah terkendali
Bagi dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan
menimbukan kesulitan bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan
inflasi yang tinggi tersebut, tingkat bunga riil (bunga nominal-inflasi) akan
menurun, sehingga mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpan kekayaannya
dalam produk-produk perbankan. Dampak selanjutnya adalah, bunga riil yang
menurun bila dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya
dana masyarakat ke luar negeri, karena dirasakan masyarakat lebih menguntungkan
menyimpan dananya di luar negeri.
3. Suku bunga pada tingkat yang wajar
Selain yang telah sering dijelaskan sebelumnya,
bahwa dari sisi masyarakat tingginya suku bunga memang akan menambah keinginan
masyarakat untuk menyimpan dananya di bank, namun di sisi lain, tingginya suku
bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha untuk mengambil kredit bagi
pengembangan usahanya. Akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke perbankan
dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat tersalurkan dan menimbulkan
permasalahan baru bagi perbankan, yakni, Kemana dana masyarakat tersebut akan
disalurkan ? Apabila masalah ini tidak segera mendapat jalan keluar, maka perbankan
terancam akan menghadapi masalah likuiditas dan tentu saja masalah penghasilan
dari bunga yang seharusnya diperoleh.
4. Nilai tukar rupiah yang realistis, dan
Nilai tukar yang stabil tentu akan lebih memberi
iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha
dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah saat ini dapat dijadikan saat
yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat memicu
peningkatan permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan
produk ekspornya.
5. Ekspektasi/harapan masyarakat terhadap moneter
Meskipun lebih sulit untuk diukur, namun ekspektasi
masyarakat mulai mendapat perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan
moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya terjadi melalui ekspektasi masyarakat
terhadap tingkat inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar. Ekspektasi
masyarakat yang berlebihan terhadap besaran inflasi akan mendorong semakin
tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing
produk dalam negeri yang akan diekspor. Sementara itu, ekspektasi masyarakat
yang negatif terhadap nilai tukar akan berdampak pada menurunnya kepercayaan
masyarakat pada mata uang rupiah, sehingga dapat memicu mengalirnya dana
masyarakat keluar negeri.
4. STRATEGI KEBIJAKAN MONETER
Untuk mendapatkan indikator moneter seperti
disyaratkan di atas, pemerintah yang dalam hal ini otoritas moneter, memerlukan
strategi yang tepat dan sesuai dengan kondisi di Indonesia. Secara umum,
strategi moneter yang dapat dipilih antara lain adalah :
1. Startegi Kebijakan moneter longgar (Easy Monetary
Policy) atau Strategi kebijakan moneter ketat (Tight Monetary Policy)
Kebijakan moneter longgar akan ditempuh untuk
menggiatkan kembali perekonomian yang sedang lesu, dengan cara mempermudah dan
menambah jumlah uang beredar, agar permintaan konsumsi naik.
2. Countercyclical Monetary Policy atau Accomodative
Monetary Policy Countercyclical Monetary Policy
Untuk memperlunak konjungtur/naik turunnya
perekonomian, pemerintah perlu secara aktif malakukan intervensi di pasar uang,
yakni dengan melakukan ekspansi moneter disaat perekonomian menghadapi masa
resesi dan melakukan konstraksi moneter saat perekonomian mengalami boom/laju
yang terlalu cepat. Penjelasan ini dapat dilihat pada gambar berikut
3. Accomodatice Monetery Policy
Pendapat kedua mengatakan, bahwa sebaiknya
pemerintah menghindari intervensi untuk memperlunak konjungtur perekonomian
yang terjadi, dan membiarkannya terjadi secara alami. Pendapat ini didasarkan
pada pemikiran:
1. Ekspektasi masyarakat dapat mengalahkan dampak
dari variabel-variabel moneter lainnya. Dengan kata lain, masyarakat telah
mengantisipasi setiap kebijakan yang akan diterapkan oleh masyarakat.
2. Kebijakan pemerintah tidak dapat memberi dampak
secara langsung dan segera. Sebagai contoh; kebijakan moneter longgar yang
ekspansif yang diterapkan saat ekonomi lesu/resesi, tidak akan segera kelihatan
dampaknya saat itu juga, namun butuh waktu dan itu dapat terjadi justru ketika
perekonomian telah mencapai tahap boom.
5. EFEKTIFITAS KEBIJAKAN MONETER
Yang dimaksud dengan efektifitas kebijakan moneter
adalah, sejauh mana kebijakan moneter yang ditempuh pemerintah (apapun
bentuknya), memberi dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam arti
:
a. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c. dapat meningkatkan kesempatan kerja
d. dapat meningkatkan penerimaan devisa negara
e. serta memberi pengaruh pada kebijakan makro
lainnya
Teori yang membicarakan mengenai efektifitas
kebijakan moneter ini diantaranya adalah :
a. Teori Natural Rate Hypothesis, yang percaya bahwa
kebijakan hanya akan efektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja, namun
tidak akan efektif untuk jangka panjang
b. Teori Rational Expectation Hypothesis, yang
percaya bahwa baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kebijakan
moneter tidak akan efektif untuk memberi pemahaman yang lebih baik mengenai
kedua teori tersebut, perhatikan contoh kasus berikut ini. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, untuk meningkatkan aktivitas ekonomi melalui peningkatan
konsumsi masyarakat, pemerintah akan menempuh kebijakan ekspansif (kebijakan
moneter longgar).
3. Kebijakan Segi Penawaran
Merupakan kebijakan pendapatan (incomes policy),
yaitu langkah pemerintah yang bertujuan mengendalikan tuntutan kenaikan
pendapatan kerja. Tujuan ini dilaksanakan dengan berusaha mencegah kenaikan
pendapatan yang berlebihan. Pemerintah akan melarang tuntutan kenaikan upah
yang melebihi kenaikan produktivitas pekerja. Kebijakan seperti itu akan
menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan.
Kebijakan segi penawaran lebih menekankan kepada:
a. meningkatkan kegairahan tenaga kerja untuk
bekerja
b. meningkatkan usaha para pengusaha untuk
mempertinggi efisiensi kegiatan produksinya.
MASALAH DAN KESULITAN PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI
NEGARA BERKEMBANG
Pemerintah (dalam hal ini Bank Sentral) harus
menggunakan kebijakan moneter untuk mempengaruhi pengeluaran swasta dan masyarakat
ke arah yang dinginkan dalam kegiatan ekonomi dan pembangunan secara
keseluruhan. Pada waktu resesi dan tingkat pengangguran tinggi, pemerintah
harus berusaha meningkatkan seluruh pengeluaran masyarakat antara lain dengan
cara meningkatkan penawaran uang dalam masyarakat. Turunnya suku tingkat bunga
menimbulkan gairah investasi yang pada akhirnya meningkatkan permintaan
agregat, dan akhirnya menurunkan tingkat harga dan menaikkan output nasional.
Kebijakan moneter yang dapat dilakukan untuk mecapai tujuan ini adalah
mengurangi tingkat cadangan minimum, menurunkan tingkat bunga dan membeli
surat-surat berharga dari masyarakat. Pada masa inflasi dan ekonomi yang
memanas, kebijakan moneter dilakukan haruslah berjalan ke arah yang sebaliknya.
Dengan demikian, salah satu tugas dari kebijakan
moneter adalah menyediakan pertambahan penawaran uang yang cukup sehingga
usaha-usaha pembangunan dapat berjalan lancar. Pada masa terjadi kelebihan
permintaan dan inflasi, penawaran uang dalam masyarakat harus dikurangi. Di
negara-negara berkembang kebijakan ini harus mencakup juga kebijakan untuk
mempengaruhi penawaran uang tunai dalam masyarakat, yaitu dengan berusaha
menarik uang tersebut dari tangan masyarakat, sehingga akan menurunkan tingkat
pengeluarannya. Cara yang dapat ditempuh dengan menarik uang tersebut ke dalam
sistem perbankan, misalnya dengan cara memberikan bunga yang tinggi kepada
nasabah deposito berjangka.
7. KEBIJAKAN MONETER DALAM PEMBANGUNAN
Masalah dan cakupan dalam pembahasan makroekonomi
dapat digolongkan atas empat kelompok besar, yaitu pertumbuhan ekonomi
(growth), inflasi (inflation), pengangguran (unemployment) dan necara
pembayaran (balance of payment). Untuk menangani persoalan-persoalan
makroekonomi tersebut, misal ingin meningkatkan atau mengejar pertumbuhan
ekonomi pada suatu tingkat tertentu, secara teoritis dapat didekati dengan dua
cara, yaitu :
1. Demand management. Pendekatan ini dilakukan pada
upaya pengendalian makroekonomi yang bertumpu pada pengelolaan permintaan agregat
atau aggregate demand (AD), artinya demand management adalah kebijakan
pengendalian makroekonomi yang utama. Ada dua kebijakan pokok dengan pendekatan
ini yaitu kebijakan fiskal (fiscal policy) dan kebijakan moneter (monetary
policy). Kebijakan fiskal biasanya eksekusinya lambat, karena untuk
mengimplementasikannya harus melalui prosedur yang cukup panjang, misalnya
perlu pembahasan (public hearing) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun
demikian, dari segi efektivitas kebijakan ini lebih ampuh. Di sisi lain,
kebijakan moneter, merupakan kebijakan yang dapat dieksekusi secara cepat atau
dapat dilakukan seketika, karena kebijakan ini dimiliki oleh otoritas moneter
dalam hal ini Bank Indonesia. Namun, seringkali pengaruh kebijakan tersebut
lambat dan tidak selalu seperti yang diharapkan dan biasanya sifatnya untuk
mengatasi masalah dalam jangka pendek atau sesaat saja.
2. Supply Management. Upaya pengendalian makroekonmi
dengan pendekatan ini sampai saat ini masih sulit dilakukan, karena menyangkut
teknologi yang sifatnya jangka panjang. Teori Keynes yang merupakan demand side
dari makroekonomi masih mendominasi kebijakan yang dipegang pada sebagian besar
negara. Apa yang terjadi dengan harga dan output (GNP) hanya mengikuti apa yang
terjadi dengan permintaan agregat. Sehingga kebijakan-kebijakan makro harus
diarahkan bagaimana mempengaruhi permintaan agregat agar pada tingkat yang
sesuai dengan yang diinginkan. Menurut dasar logika ini, penawaran agregat
(aggregat supply) dianggap seolah-olah sebagai sesuatu yang (paling tidak dalam
jangka pendek) tidak dapat dipengaruhi secara langsung, tetapi hanya secara
tidak langsung lewat permintaan agregat.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemikiran
makro ekonomi Keynes dengan demand managemant masih mendominasi dalam
memecahkan persoalan-persoalan makroekonomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar